Majalengka, sebuah kota kecil di kawasan Jawa Barat. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Kota Majalengka yakni bertani.
Kota Majalengka, seperti kota-kota yang lain di Indonesia juga mempunyai sejarah tersendiri. Masyarakat kita merupakan masyarakat yang sangat lekat dan mempercayai sejarah terjadinya atau asal-usul suatu wilayah. Kota Majalengka pun memiliki kisahnya sendiri yang dituturkan secara turun temurun dalam bentuk sastra lisan oleh masyarakatnya.
Tuturan mengenai asal-usul wilayah ini dimaksudkan bukan hanya ditujukan agar keturunannya mengetahui ihwal mula terjadinya Kota Majalengka saja, namun juga meneruskan bentuk-bentuk tradisi lainnya, terlebih hal-hal yang berkenaan dengan kepercayaan akan roh leluhur yang masih menjaga wilayah tersebut.
Asal lMula Kota Majalengka
Dalam cerita yang berkunjung di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu, Kota Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik bernama Nyi Rambut kasih, ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih.
Dahulu, wilayah Majalenkg bernama Sindangkasih. Saat ini kata Sindangkasih digunakan sebagai sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi Rambut kasih adalah sosok seorang ratu cantik, sakti, dan bijaksana. Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih menjadi daerah yang aman, tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah di daerah ini. Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang kea rah utara dan selatan. Dalam hutan itu, pohon berbatang lurus dantinggi dengan bentuk daun kecil-kecil, mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan pohon maja. Pohon yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah memeringah Cirebon, menitahkan kepda anaknya yang bernama Pangeran Muhammad untuk mendapatkan pohon maja. Ia member tugas kepada anaknya karena saat itu warganya sedang terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran Muhammad pergi bersama istrinya yang bernama Nyi Siti Armilah untuk ke daerah Sindangkasih. Mereka tidak hanya diberi titah mencari pohon maja, melainkan memiliki tugas untuk menyebarkan agama islam di Sindangkasih, sebuah kerajaan hindu yang dipimpin seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud kedatangan Pangeran Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di Sindangkasih menjadi hutan pohon jati, bukan pohon maja.
Melihat pohon maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun berkata: Maja Langka yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah ihwal penamaan Kota Majalengka yang sekarang ini.
Pangeran Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke Cirebon. Ia bertapa di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini bernama Margatapa. Sementara istrinya, mencari pohon maja dan menaklukan Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia memeluk agama islam.
Nyi Rambutkasih menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia berucap, “Aku seorang ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan baik, sebaliknya aku adalah ratu yang tak pernah ragu untuk menghukum rakyatknya yang bertindak curang dan buruk. Dan karena itu aku tak akan mati dan tidak mau mati.”
Kemudian, Nyi Siti Armilah menimpali dengan perkataan :”Jika demikian halnya, makhluk apakah gerangan namanya, yang tidak akan mati dan tidak mau mati?”
Seiring dengan perkataan Nyi Siti Armilah itu, Nyi Rambutkasih pun melenyap (dalam bahasa sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburannya. Meskipun demikian, beberapa petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap angker, di antaranya sumur “Sindangkasih”, sumur Sunjaya, sumur “Ciasih” dan batu-batu bekas bertapa Nyi Rambutkasih.
Setelah peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di kerajaan Sindangkasih dan menyebarkan agama islam. Ia dimakamkan di samping kail Citangkurak. Di kali itu tumbuh pohon badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti Armilah beramanat bahwa di dekat kuburannya kelak akan menajdi tempat tinggal penguasa yang mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi Siti Armilah terletak dielakang gedung Kabupaten Majalengka. Masyarakat Kota Majalengka menamakannya Embah Gendeng badori dan kerap dikunjungi untuk ziarah.
Masyarakat Kota Majaelngka sebagian besar masih mempercayai adanya roh Nyi Rambutkasih yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama rakyat Kota Majalengka masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan di kota Majalengka akan tetap tenteram, aman, subur, makmur dan sentosa.
Kota Majalengka, seperti kota-kota yang lain di Indonesia juga mempunyai sejarah tersendiri. Masyarakat kita merupakan masyarakat yang sangat lekat dan mempercayai sejarah terjadinya atau asal-usul suatu wilayah. Kota Majalengka pun memiliki kisahnya sendiri yang dituturkan secara turun temurun dalam bentuk sastra lisan oleh masyarakatnya.
Tuturan mengenai asal-usul wilayah ini dimaksudkan bukan hanya ditujukan agar keturunannya mengetahui ihwal mula terjadinya Kota Majalengka saja, namun juga meneruskan bentuk-bentuk tradisi lainnya, terlebih hal-hal yang berkenaan dengan kepercayaan akan roh leluhur yang masih menjaga wilayah tersebut.
Asal lMula Kota Majalengka
Dalam cerita yang berkunjung di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu, Kota Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik bernama Nyi Rambut kasih, ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih.
Dahulu, wilayah Majalenkg bernama Sindangkasih. Saat ini kata Sindangkasih digunakan sebagai sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi Rambut kasih adalah sosok seorang ratu cantik, sakti, dan bijaksana. Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih menjadi daerah yang aman, tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah di daerah ini. Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang kea rah utara dan selatan. Dalam hutan itu, pohon berbatang lurus dantinggi dengan bentuk daun kecil-kecil, mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan pohon maja. Pohon yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah memeringah Cirebon, menitahkan kepda anaknya yang bernama Pangeran Muhammad untuk mendapatkan pohon maja. Ia member tugas kepada anaknya karena saat itu warganya sedang terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran Muhammad pergi bersama istrinya yang bernama Nyi Siti Armilah untuk ke daerah Sindangkasih. Mereka tidak hanya diberi titah mencari pohon maja, melainkan memiliki tugas untuk menyebarkan agama islam di Sindangkasih, sebuah kerajaan hindu yang dipimpin seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud kedatangan Pangeran Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di Sindangkasih menjadi hutan pohon jati, bukan pohon maja.
Melihat pohon maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun berkata: Maja Langka yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah ihwal penamaan Kota Majalengka yang sekarang ini.
Pangeran Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke Cirebon. Ia bertapa di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini bernama Margatapa. Sementara istrinya, mencari pohon maja dan menaklukan Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia memeluk agama islam.
Nyi Rambutkasih menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia berucap, “Aku seorang ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan baik, sebaliknya aku adalah ratu yang tak pernah ragu untuk menghukum rakyatknya yang bertindak curang dan buruk. Dan karena itu aku tak akan mati dan tidak mau mati.”
Kemudian, Nyi Siti Armilah menimpali dengan perkataan :”Jika demikian halnya, makhluk apakah gerangan namanya, yang tidak akan mati dan tidak mau mati?”
Seiring dengan perkataan Nyi Siti Armilah itu, Nyi Rambutkasih pun melenyap (dalam bahasa sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburannya. Meskipun demikian, beberapa petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap angker, di antaranya sumur “Sindangkasih”, sumur Sunjaya, sumur “Ciasih” dan batu-batu bekas bertapa Nyi Rambutkasih.
Setelah peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di kerajaan Sindangkasih dan menyebarkan agama islam. Ia dimakamkan di samping kail Citangkurak. Di kali itu tumbuh pohon badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti Armilah beramanat bahwa di dekat kuburannya kelak akan menajdi tempat tinggal penguasa yang mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi Siti Armilah terletak dielakang gedung Kabupaten Majalengka. Masyarakat Kota Majalengka menamakannya Embah Gendeng badori dan kerap dikunjungi untuk ziarah.
Masyarakat Kota Majaelngka sebagian besar masih mempercayai adanya roh Nyi Rambutkasih yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama rakyat Kota Majalengka masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan di kota Majalengka akan tetap tenteram, aman, subur, makmur dan sentosa.
Sumherb: http://sejarahmajalengka.blogspot.com/2015/11/asal-mula-nama-majalengka.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar