[Historiana] - Abad ke-XV kawasan Majalengka sekarang, terdapat beberapa kerajaan urang Sunda yang berlandaskan agama Sunda, Hindu dan Budha sekalipun tidak semua kerajaan tersebut sempat meninggalkan data-data sejarah secara kuat. Adapun kerajaan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Kerajaan Talaga, Kerajaan Sindangkasih, Kerajaan Jatiraga.
Legenda Nyi Rambut Kasih
Nama Nyai Rambut Kasih bagi warga Kabupaten Majalengka kerap dikaitkan dengan sejarah berdirinya daerah tersebut. Ratu Ayu Panvidagan, begitulah nama asli Nyai Rambut Kasih. Dia adalah seorang ratu Majalengka yang cantik rupawan. Sang Ratu pun dan kerap mengurai rambut panjangnya dalam kesehariannya.
Bahkan berdasarkan cerita, kecantikan sang ratu tak ada bandingannya pada zamannya. Tak hanya cantik, dia pun memiliki kesaktiaan yang luar biasa, sehingga tak seorang pun sanggup menatap kemolekan wajah Nyai Rambut Kasih. Kerajaan yang menjadi pemerintahannya saat itu bernama Sindang Kasih. Konon Kerajaan Sindang Kasih terkenal dengan buah yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Nama buah itu bernama buah Maja.
Nyai Rambut Kasih juga dikenal sebagai sosok ratu yang memerintah negerinya dengan penuh cinta, aman, damai, dan mensejahterakan kehidupan rakyatnya dengan ketulusan tanpa kepentingan apapun. Ratu Nyai Rambut Kasih konon kabarnya masih keturunan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang terkenal di tatar Sunda. Nyai Rambut Kasih masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang.
Menurut cerita rakyat, awal mula Nyai Rambut Kasih datang ke Majalengka bermula hendak menemui saudaranya di daerah Talaga. Saudaranya bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang Karuna yang waktu itu memerintah di Kerajaan Talaga Manggung.
Di perbatasan Majalengka tepatnya di Talaga, Nyai Rambut Kasih mendengar jika saudaranya sudah masuk Islam. Sehingga dia mengurungkan niatnya menemui saudaranya. Dia singgah di Sindangkasih dan membuat pemerintahan dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.
Pada masa pemerintahannya, di wilayah Cirebon tengah dilanda penyakit yang tidak ada obatnya. Sunan Gunung Djati saat itu berusaha untuk bisa mengobati penyakit yang diderita rakyatnya. Namun hasilnya nihil. Kemudian Sunan Gunung Djati berdoa kepada Allah agar bisa menemukan obat tersebut.
Dalam doa itu, Sunan Gunung Djati mendapatkan petunjuk bahwa obat untuk mengobati rakyatnya terdapat di Kerajaan Sindang Kasih berupa pohon Maja. Kemudian, kanjeng Sunan memerintahkan putranya Pangeran Muhammad bersama istrinya Siti Armilah bersama sebagian prajuritnya menemui penguasa di Kerajaan Sindang Kasih, yang tak lain adalah Nyai Rambut Kasih.
Disamping itu, Pangeran Muhammad diperintahkan pula agar menyebar agama Islam di wilayah tersebut, yang kala itu banyak beragama Hindu.
Dalam pengembaraannya, Pangeran Muhammad bersama istrinya Siti Armilah mendapatkan respon positif dari rakyat Sindang Kasih. Hal itu ditandai dengan banyaknya rakyat yang memeluk agama Islam. Kabar itu terdengar oleh sang ratu dan membuatnya murka. Kemudian, sang ratu memerintahkan prajuritnya untuk mengungkap kebenaran berita tersebut. Ternyata setelah diselidiki kabar itu memang benar adanya. Akan tetapi Nyai Rambut Kasih saat mengetahui sosok Pangeran Muhammad adalah sosok yang tampan.
Dia pun tak bisa mengelak akan ketampanannya dan langsung terpana. Hingga akhirnya sang ratu jatuh cinta. Singkat cerita, Pangeran Muhammad kemudian datang menghadap ke Kerajaan Sindang Kasih dan bertemu dengan Nyai Rambut Kasih. Dia mengutarakan maksudnya yakni meminta buah Maja dan mengajak memeluk Agama Islam. Namun, permintaan pindah agama ditolak mentah-mentah. Sedangkan buah Maja akan diberikan dengan syarat Pangeran Muhammad mau menikahinya.
Pangeran Muhammad menyanggupi persyaratan itu, asalkan Nyai Rambut Kasih memeluk agama Islam dulu. Menanggapi permintaan itu, ratu menolaknya. Hingga akhirnya terjadi pertempuran antara Pangeran Muhammad dengan Nyai Rambut Kasih.
Saat terjadi pertempuran, Ratu Nyai Rambut Kasih terdesak dan hampir mengalami kekalahan.
Hingga akhirnya, karena tak rela buah Maja yang menjadi simbol kerajaan tersebut sang Ratu pun akhirnya menghilangkan diri bersama buah Majanya.
Saat melihat kondisi tersebut, prajurit Pangeran Muhammad yang berasal dari Cirebon, berkata "Maja langka..", "Maja Langka.." yang dalam bahasa Indonesia Langka artinya tidak ada atau menghilang.
Dididuga karena pelafalan yang sulit, sehingga orang sunda, menyebutnya Maja lengka (Majalengka). Hingga akhirnya nama Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari kisah tersebut. Maja Langka menjadi Majalengka, begitu menurut cerita rakyat yang berada dari mulut ke mulut secara turun temurun.
Mengenai bukti keberadaan Nyai Rambut Kasih, selain berada di Gedung Pendopo Kabupaten Majalengka dengan kamar khususnya. Konon kerap kali pegawai Pemkab Majalengka menyaksikan penampakkan seorang wanita berambut panjang terurai mengenakan gaun ala wanita bangsawan jaman dulu. Diyakini betul bila itulah sosok Nyai Rambut Kasih. Selain gedung pendopo, petilasan Nyai Rambut Kasih yang kerap dikunjungi masyarakat, terletak di Kampung Parakan, Kelurahan Sindang Kasih, Majalengka.
Di sana terdapat bangunan bercungkup, batu-batu tempat semadi dan Sumur Cikahuripan yang airnya dipercaya bisa membawa keberkahan dalam hidup. Bahkan pada 7 Juni 1994, Bupati Majalengka H Adam Hidayat ketika itu, berkenan meresmikannya sebagai kawasan cagar budaya yang harus dilindungi. Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka.
Lokasinya berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu.
Bila ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan, sudah menjadi keharusan untuk terlebih dahulu melakukan ziarah dan berkirim doa kepada Nyai Rambut Kasih. Dan apabila di dalam pesta digelar pula hiburan Jaipongan, maka sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai Rambut Kasih seperti Kembang Beureum, Engko dan Salisih.
Konon, bila sinden tidak menembangkan lagu itu, maka akan ada keluarga empunya hajat yang kesurupan.
Kerajaan Sindangkasih (?)
Nama Sindangkasih dapat dipastikan diambil dari Mandala Sindangkasih. Istilah Mandala menunjukkan terpengaruh agama Budha. Brangkali ini merupakan perubahan nama dari "Kabuyutan" atau kedua istilah itu digunakan untuk menunjukkan hal yang sama yaitu tempat suci sekaligus tempat menuntut ilmu keagamaan.
Dari Mandala inilah terlahir orang-orang cerdas berilmu tinggi. Ilmu di sini tidak saja berkaitan dengan ilmu kanuragan (yang sering disalahartikan masyarakat), tetapi juga mengenai ilmu sains terapan. Konon, para raja menjadikan Mandala sebagai "kawah candradimuka" mereka sebelum nyakrawati, menjabat sebagai raja.
Menurut Undang A Darsa, pada zaman sistem pemerintahan kerajaan, lembaga formal pendidikan atau pabrik orang-orang cerdas itu salah satunya adalah mandala. Dengan kata lain, salah satu pengertian mandala adalah lembaga formal pendidikan di Sunda pada masa sistem kerajaan. Dalam kronik lontar Sunda Kuno (abad XV-XVI Masehi) tercatat ada 73 mandala di Tatar Sunda, dari Ujung Kulon sampai batas Timur Kerajaan Sunda, Cipamali.
Dari 73 Mandala yang disebutkan Undang A Darsa adalah Mandala Sindangkasih. Dimanakah lokasinya? tentu berkaitan dengan sistem kosmologi Sunda yaitu pegunungan, bukit atau dalam bahasa Sunda disebut pasir.
Kami menelusuri jejak Mandala Sindangkasih ini. Lokasi ideal di wilayah Sindangkasih (Majalengka) untuk pegunungan adalah di wilayah Selatan kota Majalengka sekarang. wilayah selatan cenderung berbukit. namun demikian adapula Gunung Tempuh (Gunung Tilu) di utara kota Majalengka. Kami pun menelisik gunung ini. Namun masih belum menemukan bukti keras bahwa di lokasi ini sebagai Mandala.
Meskipun ada petilasan Nyi Rambut Kasih di Desa Sindangkasih, sepertinya tidak menunjukkan bahwa itu wilayah kemandalaan. Wilayah yang kami teliti gunung atau bukit disebelah selatan petilasan. Fokus kami ke Gunung Karang Bentang, Batu Karang dan Gunung Balay.
Dalam sebuah legenda bahwa di Gunung Balay terdapat petilasan Prabu Aji Putih dari Kerajaan Tembong Ageung cikal bakal Kerajaan Sumedang Larang. Benarkah demikian? Menilik wilayah Sumedang sebenarnya tidak jauh dari kota Majalengka, apalagi dari Gunung Balay ini. Sekira 2 km ke arah selatan ada Sungai Cilutung dan diseberang selatan itu adalah Desa Cimaningtim Sumedang. Kok bisa ada petilasannya? Mari kita cermati apa yang dimaksed petilasan dan mengapa dihormati orang Suda.
Petilasan berasal dari kata "tilas" artinya bekas. Dengan tambahan awalan "pe" dan akhiran "an" menjadi kata benda dalam hal ini penunjuk tempat. Sama halnya dengan "Mandi" jadi "Pemandian", juga serupa dengan "Pemondokan" Dalam ageman Sunda, bekas duduk bahkan bersandarnya orang suci "pamali" alias tabu bagi rakyat untuk duduk atau bersandar di "tilas" orang suci duduk atau bersandar. Hal ini diuraikan secara gamblang dalam Kitab Siksa Kanda Ng Karesian:
Sumber : https://hystoryana.blogspot.com/2018/03/nyi-rambut-kasih-dan-kerajaan-kerajaan.html?m=1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Siapa Pangeran Muhammad
Makam Pangeran Muhammad di Perbukitan Margatapa, Kelurahan Cicurug, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Foto/SINDOn...
-
Kabupaten Majalengka ( aksara Sunda : ᮊᮘᮥᮕᮦᮒᮔ᮪ ᮙᮏᮦᮜᮀᮊ ), adalah sebuah kabupaten di Tatar Pasundan Provinsi Jawa Barat , Indonesi...
-
[Historiana] - Abad ke-XV kawasan Majalengka sekarang, terdapat beberapa kerajaan urang Sunda yang berlandaskan agama Sunda, Hindu dan Budha...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar