Selasa, 06 Agustus 2019

Jejak Kerajaan Talaga Manggung di Majalengka
Inin Nastain

Tabu,  7 Agustus 2019


Museum Talaga Manggung. Foto/SINDOnews/Inin Nastain

MAJALENGKA - Sebelum kedatangan penjajah Belanda, di wilayah Majalengka ternyata sudah ada sistem pemerintahan. Talaga adalah salah satu daerah yang sudah memiliki pemerintahan jauh sebelum kedatangan penjajah.

Salah satu sumber menyebutkan bahwa sistem pemerintahan Talaga dimulai pada awal abad ke-13, atau  sekitar tahun 1293. Prabu Dharma Suci atau disebut Dharma Suci I, seorang keturunan dari Kerajaan Galuh, adalah orang yang membangun fondasi pemerintahan Talaga.

Dari keturunan Dharma Suci I inilah, disinyalir sebagai embrio dari munculnya nama Talaga yang dikenal saat ini. Nama Talaga diambil dari salah satu anak Dharma Suci, yang kemudian melanjutkan kepemimpinan ayahandanya.

"Dharma Suci I punya dua anak, Begawan Gara Siang dan Talaga Manggung. Berhubung Begawan Gara Siang lebih tertarik masalah keagamaan, keyakinan, maka pemerintahan diserahkan kepada Talaga Manggung, yang kemudian diberi gelar Dharma Suci II. Setelah beliau tidak ada, oleh masyarakat diberi gelar Sunan Talaga Manggung

Setelah pemerintahan Talaga Manggung, pemerintahan yang saat itu berpusat di Sangiang, dilanjutkan oleh putrinya, bernama Ratu Simbar Kancana. Kepemimpinan terpaksa dipegang oleh seorang Ratu, lantaran pada saat itu anak sulung dari Talaga Manggung, Raden Panglura, menunjukkan ketertarikan kepada bidang lain, yakni mengikuti jejak Uwaknya, Begawan Gara Siang.

Pada saat pemerintahan Ratu Simbar Kancana itulah sempat muncul gejolak di internal kerajaan. Suasana kurang kondusif itu dipicu oleh suami Ratu sendiri, Palembang Gunung, yang kabarnya ingin menguasai kerajaan.

"Ketika sempat terjadi gejolak itu, Ratu kemudian memindahkan kerajaannya dari Sangiang ke Walang Suji. Jarak Sangiang ke Walang Suci, kalau sekarang sekitar 10 kilometer, dua-duanya masuk Kecamatan Banjaran," jelas Yuyun yang merupakan keturunan ke-17 kerajaan itu.

"Walang Suji ini memang sebelumnya sebagai Kadipatian, dipimpin seorang Adipati. Masih bagian dari pemerintahan Sangiang," lanjut dia.

Di tempat baru ini, pemerintahan Ratu Simbar Kencana kemudian dilanjutkan oleh salah satu anaknya, bernama Sunan Parung. Sang penerus ini, merupakan anak ke enam dari jumlah keseluruhan anak Ratu Simbar sebanyak tujuh orang.

"Beliau (Sunan Parung) punya anak satu, yaitu Ratu Parung Sunya Larang, yang kemudian ditikah oleh cicitna Prabu Siliwangi, Raden Rangga Mantri," beber dia.

"Dalam perjalanannya, Rangga Mantri diberi Gelar Pucuk Ulum oleh Syeikh Syarif Hidayatullah Cirebon, setelah beliau (Syarif Hidayatullah) menyebarkan agama Islam di Keraton Talaga. Setelah era itulah, keturunan setelahnya diberi gelar sunan," lanjut Yuyun.

Setelah itu, jelas dia, hubungan antara Kerajaan Talaga Manggung dengan Cirebon semakin dekat. Kendati begitu, bukan berarti Talaga Manggung berada di bawah kekuasaan Cirebon.


"Dalam Wangsakerta disebutkan satu-satunya kerajaan Sunda yang tidak pernah takluk ke Cirebon dan Demak itu Talaga. Karena sistem penyebaran agama Islam melalui pernikahan, tidak ada peperangan atau perselisihan. Hubungan dengan (kerajaan) Cirebon semakin dekat setelah ada pernikahan antara keluarga dua kerajaan itu," papar dia.

Kerajaan Talaga Manggung berjalan cukup lama. Sistem pemerintahan kerajaan setidaknya bertahan hingga datang masa penjajahan sekitar tahun 1871.

"Pemerintahan terakhir kerajaan itu ketika masa pemerintahan Arya Saca Nata. Lalu dipindah ke Majalengka oleh VOC, sekitar tahun 1871-an," ungkap dia.

Namun sayang, bukti fisik keberadaan Kerajaan Talaga Manggung itu tidak bisa disaksikan. Sebab, hingga saat ini tidak ditemukan bangunan yang diindikasikan sebagai bekas Kerajaan Talaga Manggung.

"Mungkin untuk bangunan di daerah pegunungan (Banjaran masuk ke dalam daerah dataran tinggi) itu masih menggunakan bahan kayu, beda dengan dataran rendah, sudah menggunakan batu. Jadi kemungkinan bekas keraton itu musnah, karena termakan usia," jelasnya.

Selain itu, tidak adanya bekas istana juga kemungkinan dipicu dari sikap politis penjajah, yang memutuskan untuk menghanguskan tempat tinggal kerajaan itu. "Tidak ada bukti tertulis tentang penyebab tidak adanya istana itu," beber dia.

Sumber : https://jabar.sindonews.com/read/722/1/jejak-kerajaan-talaga-manggung-di-majalengka-1534547286

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa Pangeran Muhammad

Makam Pangeran Muhammad di Perbukitan Margatapa, Kelurahan Cicurug, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Foto/SINDOn...